PANGGILAN UNTUK MENGASIHI SEMBUH DAN MENYEMBUHKAN DALAM SEMANGAT SANTO FRANSISKUS ASSISI
Yesaya 61: 1-5
Lukas 1: 28-38
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sangat istimewa dan sungguh amat baik dalam pandangan Allah. Sebagai manusia, selain kebebasan yang diterima dari Allah, juga manusia memiliki sifat dasari untuk selalu mencari dan bahkan mendambakan yang baik dan sejahtera. Mengalami kesehatan, hidup dalam kebahagiaan, memiliki keluarga dan sahabat yang sejati, dan semua ini menjadi kerinduan setiap manusia. Sebagai seorang kristiani yang beriman kepada Yesus kristus, kita sungguh mengimani bahwa Allah sungguh mengasihi kita dengan kasih yang sempurna dan kasih yang sempurna itu dibayar dengan darah yang mahal yang tercurah di kayu salib. Allah mengangkat dan membawa kita kepada keselamatan dan menjanjikan Firdaus yang sejati. Allah tidak menghendaki kita berada jauh dari-Nya. Allah dalam diri Yesus Kristus selalu menarik kita untuk masuk dan berada di dekat-Nya sehingga kita mengalami keselamatan dari pada-Nya. Mengalami keselamatan berarti mengalami kehidupan yang penuh damai dan suka cita. Demikian juga halnya kesembuhan. Kesembuhan merupakan keadaan dimana seseorang dimampukan untuk bergembira, bersukacita dan melakukan banyak hal. Kesembuhan itu pada dasarnya juga merupakan hakikat panggilan hidup seorang Kristiani sekaligus merupakan konsekuensi dari tuntutan panggilan hidup Kristiani untuk ‘Menguduskan’. Dengan menguduskan, setiap orang diajak untuk membersihkan diri, menyediakan tempat bagi kehadiran Roh Kudus. Roh Kudus akan berkarya dalam diri kita, akan membebaskan kita dari segala belenggu diri yang membuat seseorang mengalami ‘penderitaan’. Roh Kudus memberi kelegaan dan membawa kesembuhan bagi setiap pribadi. Pengudusan mengandung unsur ‘pengampunan’ sebagai wujud Kasih Allah yang sejati yang memampukan kita untuk menampilkan wajah Allah yang maha kasih. Kita sebagai orang yang dipanggil dalam semangat St. Fransiskus Asisi dituntut untuk berperan aktif dalam pencerminan kasih Allah yang menyembuhkan dalam sikap mengampuni. St. Fransiskus Asisi telah mewariskan semangat penyembuhan bagi kita pengikutnya yang tersirat dalam semangat kerendahan hati. Corak hidup dan sikap rendah hati santo Fransiskus menghantarnya untuk selalu mau mengampuni dengan hati yang penuh suka cita. Kitapun dituntut menjawab panggilan Tuhan untuk sembuh dan menyembuhkan dalam semangat St. Fransiskus Asisi.
Menjalani panggilan sebagai pengikut Kristus dalam semangat St. Fransiskus Asisi, kita dituntut untuk selalu menghadirkan dan membawa Allah dalam segala keberadaan kita dengan situasi apapun melalui sikap, perkataan dan perbuatan kita. ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang tawanan, dan penglihatan kepada orang buta, untuk membebaskan orang tertindas. Jelas bagi kita yang dipanggil untuk menampakkan wajah Allah yang maha kasih. Kehadiran kita memberi sukacita, membawa kelegaan dan menghantar orang untuk sampai pada keselamatan dalam diri Kristus yang menyelamatkan. Melalui pancaran kasih Allah dalam sikap pengampunan, memberikan harapan ‘kesembuhan’. Suatu jaminan dan harapan akan kebebasan atas keterikatan belenggu, baik secara jasmani dan rohani. Pengampunan menjadi syarat bagi seseorang untuk mengalami rahmat kesembuhan yang pada akhirnya menghantar orang untuk mengalami sukacita karena sembuh dan menyembuhkan dalam semangat Yesus Kristus yang selalu mau mengampuni dan semangat Yesus inilah yang selalu mendorong St. Fransiskus untuk selalu dengan hati yang suka cita menampakan wajah Allah yang maha kasih.
Bila kita melihat secara utuh, sembuh dan menyembuhkan yang dimaksud, tidak sekedar sembuh secara fisik, tetapi juga kesembuhan jiwa, psikis dan rohani yang lebih merujuk kepada batin. Dalam kehidupan ini, kita mengalami beban hidup yang beragam. Banyak pengalaman hidup yang membuat kita menjadi ‘sakit’, kita sulit menerimanya, tawar-menawar bahkan terkadang kita ingin lari dari padanya. Disini kita membutuhkan penolong, panutan yang bisa mengisnpirasi kita untuk pasrah pada penyelenggaraan Illahi sebagaimana yang ditunjukan oleh Maria bunda Yesus dan bunda Rohani kita. Maria, sekalipun dikaruniai melebihi semua wanita dan dipilih menjadi bunda Yesus, ia tetap rendah hati dan hidup dalam kesederhanaan. Hidupnya yang sederhana dan saleh itu berkenan di hati Allah sehingga lewat dia, kita mengalami keselamatan. Berkat Maria, tidak hanya mendatangkan sukacita besar bagi dirinya tetapi juga banyak penderitaan dan kepedihan. Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Dengan sukacita Maria menerima baik kehormatan maupun celaan dan hinaan dari orang sekitarnya karena putraNya. Sukacita yang dimaksud disini adalah bahwa Maria percaya Tuhan ada bersamanya, Allah menyertainya maka segala belenggu dan beban batin yang dialaminya pasti akan mendatangkan kelegaan karena penyelenggaraan Illahi. Maria bisa sampai pada titik ini karena dia sendiri telah mengalami ‘kesembuhan’ dari Allah sehingga memampukannya untuk hadir sebagai ‘penyembuh yang terwujud dalam sikap kerendahan hatinya ~ Rekoleksi Suster FSE Oktober 2023