Retret Tahunan Kongregasi FSE

Tahun 2021 ini, Kongregasi FSE wilayah Keuskupan Agung Medan, melaksanakan Retret Tahunan pada bulan Juni – Juli tahun 2021 dengan tema:

Menjadi Oase Penyembuh dan Pembawa Harapan di Tengah Dunia Milenial

Pembimbing: P. Harold Harianja, OFM Cap

Cuplikan Materi Retret
“Oase menjadikan diri, komunitas “tinggal” dan komunitas “karya” hadir dan bekerja lebih unggul dan lebih “baik” dari yang lain supaya “being” dan “doing” penyembuhan dan pembawa harapan sesuai dengan harapan dan kehendak Allah”.

I. Aku Sang Penyembuh

Pertanyaan: Apakah setiap orang Kristiani bisa menjadi penyembuh dari Tuhan?
Jawabannya: Ya, namun ada dua syarat/kondisi yang diminta oleh Yesus yakni mempunyai iman dan tidak berdosa lagi. Yesus bersabda: “imanmu menyelamatkan engkau, pergilah jangan berbuat dosa lagi”. Apa maksud dan isi kata-kata Yesus ini? Sebenarnya mau mengungkapkan dua hal yakni kalau mau sembuh perlu ada iman dan tidak berdosa lagi dan kalau mau menjadi penyembuh juga perlu hal yang sama.

Secara umum Yesus memang telah mengatakan bahwa beriman itu penting dan memberi kekuatan yang luar biasa, bisa memindahkan gunung dan pohon (Mat. 17, 20).  Apa arti beriman dalam konteks menjadi penyembuh? Yakin sepasti-pastinya bahwa Tuhan mau memberi kemampuan menyembuhkan untuk saya, seperti yang diberikan-Nya kepada murid-murid. Dalam pengutusan murid-murid disebut penyembuhan adalah “kuasa” yang diberi Tuhan dan karena itu dalam setiap penyembuhan yang dibuat selalu dikatakan Atas Nama Tuhan aku menyembuhkan kamu. (Luk. 9:49-50; Luk. 9: 17-20).
Syarat beriman yang lain untuk menjadi penyembuh adalah kalau memiliki cinta akan diri dan sesama. cinta itu sebuah energi, kekuatan yang luar biasa dan tidak pernah hilang kalau dipelihara dengan baik.

II. Pembawa dan Penabur Harapan

Harapan adalah satu dari tiga keutamaan (iman, harap dan kasih, intinya kasih). Keutamaan ini adalah kebajikan Ilahi, bukan manusiawi, bersumber dari Allah dan menjadi cara, sikap hidup semua anak Allah dan menjadi tugas, misi utama Gereja. Ketiga keutamaan sangat menentukkan untuk masuk ke surga.
Dalam diri dan dalam misi Yesus sungguh-sungguh diungkapkan bahwa Dia adalah Pusat dan Sumber Pengharapan… kata-katanya-Nya: Jangan cemas, jangan khawatir, jangan takut. Perbuatan-Nya selalu kebenaran dan kebaikan. Misi yang diserahkan pada murid-murid juga mewartakan dan menabur, membawa pengharapan: masuk rumah. Damai: Hidup berkorban, bukan lagi korban bakaran (ibadah) tetapi pertobatan hati, sikap: Ampuni supaya kamu diampuni.
Bagaimana Lembaga Hidup Bakti (LHB) menjadi Pembawa dan Penabur Pengharapan?
“Pergi ke mata air kalau butuh air”, di sana ada sumber air, itu berlaku sama untuk tugas ini. Kita harus benar-benar “pergi ke Allah yang adalah Mata Air Pengharapan“. sangat logis sebenarnya sikap ini… karya kita adalah karya-Nya,  kita diberi kuasa bukan untuk memiliki tetapi hanya diberi mandat untuk menggunakan dan melakukan. Dalam situasi dimana karya penyembuhan berat, bahkan mengkhawatirkan masa depannya karena kompetisi yang makin hebat, keuangan semakin berkurang, peraturan-peraturan Negara yang semakin berstandar tinggi dan arahnya mau semuanya diurus oleh Negara dan sulitnya menghadapi arus “amoral” dalam bidan ini tentu kedekatan dengan Tuhan makin menentukan, kata-kata Yesus: Hai kamu yang berbeban berat datanglah, ketuklah, mintalah. Kita percaya akan itu.

Dalam spirit kita harus pergi ke Allah maka kita juga harus semakin memupuk semangat kebersamaan kita. Komitmen untuk bersatu, bersama dan bersama-sama amat penting. Kita tidak hanya menuntut kita “sama” dalam hak tetapi juga sangat penting bersama dan bersama-sama. Kita tentu menghindarkan “perpecahan” dan menjaga ketat persatuan ini. Persatuan adalah pekerjaan Tuhan dan perpecahan adalah pekerjaan setan.
Untuk berhasilnya komitmen bersama ini maka “komitmen” pribadi memang amat dibutuhkan. Kita semua adalah Pendiri Kedua Tarekat, maka seharusnya rasa tanggung jawab untuk hidup dan berkarya seperti Pendiri menjadi “isi” kehidupan. Janganlah kita OmDo dengan status yang kita terakan di akhir nama kita. Status ini cukup mahal kita peroleh dalam masa formasi, bukan hanya mahal dalam uang tetapi juga dalam hal tenaga, rasa. Komitmen pribadi satukan dengan komitmen bersama. Secara pribadi Pembawa dan Penabur Pengharapan nampak dalam wajah yang bersukacita, kata-kata yang membawa keoptimisan (mendorong, memuji, menghormati, lemah lembut, menegur dengan sopan dan tidak “hidup dalam kemarin”), kesiapan menjadi penderita” (bukan pencerita / pemberita). Kita perlu sadar dan merasa bahwa saya adalah untuk orang lain lebih daripada orang lain untuk saya. Kita mau, kita bisa. Semoga.