Selasa, 10 Agustus 2021; Pesta St. Laurensius, Diakon dan Martir 2Kor. 9:6-10; Yoh. 12:24-26
Saudara/ saudari yang terkasih
Ada ungkapan klasik yang berbunyi, “Mati satu tumbuh seribu”. Ungkapan ini hendak memberi harapan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Ternyata kematian tidak berarti selesai, habis, berakhir, melainkan dapat bermakna harapan baru setelah kematian, “mati satu tumbuh seribu”. Dari kematian yang penuh makna, akan lahir harapan-harapan baru. Hal yang sama juga diungkapkan dalam Injil hari ini, biji yang mati dan jatuh ke tanah, kelak akan tumbuh dan menghasilkan buah yang lebih banyak lagi. Akhirnya, kematian dapat dipahami sebagai permulaan dari sesuatu yang baru.
Gereja universal hari ini merayakan Pesta St. Laurensius. Laurensius adalah seorang Diakon yang menjadi martir karena membela imannya. Kematiannya tidak berarti iman akan Kristus turut mati, justru darahnya menyuburkan iman akan Kristus. Laurensius telah tiada, namun iman akan Kristus tetap ada. Darah kemartirannya menyuburkan iman dalam gereja dan kini menghasilkan buah yang berlimpah.
Menjadi martir tidak harus menumpahkan darah demi iman akan Kristus. Jika kita tidak menjadi martir ‘berdarah’ maka kita bisa menjadi martir melalui kesaksian hidup. Saat ini yang lebih mendesak adalah martir kesaksian hidup. Artinya kesaksian hidup yang nyata dalam tutur-kata/tata-wicara, tata-laku yang terarah dan sesuai dengan tata-wicara dan tata-laku Yesus Kristus. Hidup para pengikut Kristus harus menampakkan imannya akan Yesus Kristus, Sang Penyelamat dalam kesaksian hidup yang nyata ~ Sr.M. Selestina Uduk FSE