MENJADI OASE DALAM PERSAUDARAAN DAN PERUTUSAN
Mat.25:31-46
Renungan Rekoleksi Komunitas Mathilda Leenders
November 2021
Menyadari dan melihat pengalaman hidup dalam perspektif iman, kita dibawa pada kesadaran bahwa pengalaman-pengalaman tersebut sungguh berharga dan sangatlah layak untuk direfleksikan. Karena itu, Saya mengajak kita semua untuk mengidentifikasi diri kita dengan para murid yang sedang mendengarkan pengajaran dan nasihat Yesus, sambil mengkontraskannya dengan pengalaman-pengalaman hidup kita sehari-hari sebagaimana diperdengarkan dalam kisah ini.
Kita ingin memperdalam permenungan ini dengan pertanyaan, untuk apa kita dipanggil dan diutus dalam dunia ini? Barangkali kita akan mendengar dan menemukan banyak jawaban atas pertanyaan ini. Sebagai makhluk berakal budi, mungkin kita akan mengemas jawaban menarik untuk didengar orang lain. Tetapi sungguhkah jawaban itu berasal dari suara hati dan bisa dipertanggungjawabkan atau sebatas hasil olahan akal? Mari sejenak menoleh ke kedalaman diri kita secara utuh.
Allah begitu mengasihi kita. Allah menciptakan dunia dengan segala isinya karena kasih. Allah menganugerahkan putera-Nya kepada kita, pun karena kasih. Allah juga menebus kita karena kasih. Atas dasar kasih itu, kita umat beriman (para suster) dipanggil dan diutus guna meneruskan dan mengobarkan kasih Allah di tengah dunia. Mencintai Allah dengan sebulat hati merupakan bukti pengabdian kita yang sajati. Ungkapan pengabdian ini dapat dilaksanakan melalui karya pelayanan dan perhatian terhadap sesama manusia. Ungkapan cinta kepada Allah dinyatakan melalui perhatian terhadap sesama. Secara konkret misalnya Muder Matilda Lenders mengaktualisasikan semangat Santa Elisabeth dari Hongaria, seraya menginternalisasi misi St. Fransiskus untuk memperbaki Gereja dengan memperhatikan orang-orang sakit dan menepati secara lebih sempurna Injil Matius 25 “ Ketika aku sakit, engkau melawat aku”.
Individualisme dan ketidakpedulian terhadap sesama sangat dominan dewasa ini. Banyak orang tidak lagi menaruh kasih dan empati kepada orang di sekitarnya. Rasa solidaritas kian terkikis, bahkan tidak dapat dipungkiri sikap saling sikut-menyikut pun dilakukan demi mencapai kepentingan dan tujuan tertentu. Kenyataan mentalitas demikian membuat hati kita gelisah. Kita harus ikut memperbaiki situasi yang demikian bukan membiarkan atau bersikap apatis (cuek). Dengan demikian, kita turut mencipta kehidupan penuh kasih dan persaudraan sebagaimana Yesus ajarkan kepada para pengikutNya. Persaudaraan yang dibangun oleh Muder Matilda Lenders bukanlah persaudaraan manusiawi belaka, yang umumnya dibentuk karena kesamaan suku, warna kulit, agama, hobi, golongan, bahasa, bahkan relasi manusiawi kekerabatan. Persaudaraan fransiskan dibangun atas dasar relasi rohani. Bagi Muder Matilda Lenders persaudaraan merupakan sarana mengejar kekudusan. Persaudaraan yang dicita-citakan oleh Muder Matilda Lenders mempersatukan kita dalam kristus melalui pelayanan dan kasih kepada sesama.
Dalam rekoleksi ini, kita semua diajak menjadi oase, pembawa kesejukan di dalam persaudaraan dan perutusan. Allah bapa mengutus Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia. Yesus menyebut diriNya Air Hidup (Yoh.4:10) yang membawa keselamatan dalam gerejaNya, seperti oase di padang Gurun. Bagaikan sumber air dipadang gurun, kita dipanggil untuk senantiasa hadir seperti air yang memberikan kesegaran dalam pelayanan kita bagi semua orang yang kita layani terutama di komunitas dan kogregasi kita. Kita dipanggil untuk menjadi oase yang membawa harapan, sukacita dan kedamaian di tengah berbagai kekhawatiran, kecemasan dan kekeringan yang kerap melanda komunitas dan kogregasi kita. Kita dipanggil untuk menerima dan membagikan rahmat Allah yang tidak akan ada habisnya kepada setiap orang yang kita temui dan layani di sekitar kita, seperti oase yang memberi air bagi para peziarah. Para peziarah dikuatkan dan disegarkan oleh oase untuk melanjutkan perjalanan, demikianlah kita dan orang-orang yang kita temui dan layani disegarkan dan dikuatkan untuk meneruskan perjuangan hidup dan panggilannya yang berujung pada keselamatan kekal. Tema ini sangat aktual sekaligus menarik untuk direalisasikan (dilaksanakan). Tema ini barangkali menjadi reaksi kegelisahan kita terhadap kenyataan hidup di sekitar kita dalam perjumpaan dengan yang lain. Karena itu, kita dipilih dan dipanggil menjadi agen pembawa kesejukan dalam segala situasi yang kita jumpai.
Hadir sebagai oase bagi orang lain adalah sebuah tantangan. Banyak hal, terlebih keutamaan yang diperlukan, seperti kerendahan hati, keberanian, keramahan, ketulusan melayani dan sebagainya. Nilai-nilai keutamaan itu dengan sendirinya akan menciptakan kenyamanan dan suasana kasih dalam perjumpaan dengan sesama. Sebaliknya, bila sikap dan tindakan kita tak bersahabat, barangkali ketakutan akan menghampiri setiap orang yang bersentuhan dengan pelayanan kita.
Ajakan untuk menjadi oase bagi sesama bukan hanya sekedar slogan di tengah masa sulit yang sedang melanda kehidupan manusia. Menjadi oase berarti hadir sebagai sahabat yang membawa kesejukan, sukacita dan damai. Menjadi oase berarti kita peduli, berempati dan membagi kasih terhadap sesama kita. Indikator keberhasilan kita tergantung sejauh mana kita mampu menempatkan diri dan merangkul setiap orang yang kita jumpai dalam kasih. Di tengah komunitas, misalnya, hadir sebagai saudari yang peduli dan dapat membaca disposisi batin saudari lain, dapat mendengarkan dan meneguhkan serta memotivasi saudarinya bukan menggurui atau menghakimi, mengenal bahasa kasih setiap saudari (sapaan, pujian, apresiasi dll) dan lain sebagainya. Demikian juga dalam perutusan. Kita hadir sebagai sahabat bagi setiap orang yang kita layani. Kasih dan ketulusan akan tampak ketika kita hadir sebagai sahabat bagi mereka.
Tidak mudah untuk menjadi oase bagi sesama tetapi bukan juga menjadi sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Panggilan dan perutusan yang dipercayakan Kristus kepada kita adalah tanggung jawab iman. Kepedulian Tuhan akan hidup kita kiranya menggerakkan hati nurani kita untuk selalu peduli dan menjadi oase bagi hidup sesama. Kita selalu diajak untuk senantiasa membaharui dan meningkatkan mutu hidup kita. Sejak semula kita telah menerima kasih Allah. Allah selalu mengasihi kita. Kita pun harus membangun lingkungan kita dengan kepedulian dan kasih sebagai perwujudan iman kita akan Yesus Kristus Sang Guru Cinta Kasih sejati. Dengan menghidupi ini, kita menjadi oase bagi sesama dalam persaudaraan dan perutusan yang dipercayakan kepada kita. Karena itu marilah kita semakin mengidentifikasikan diri kita pada Muder Matilda Lenders. Marilah kita semakin bersaudara dan terbuka. Akhirnya, Semuanya ini dapat kita aplikasikan secara pribadi, dalam komunitas, antar komunitas dan kongregasi. Semoga ~ Sr.M. Carissita Sitohang FSE