Menjadi Pribadi Ekaristis Sembuh dan Menyembuhkan
Yoh . 13:1-15
1 Kor 11:23-33 (Referensi pendukung)
Salah satu aspek penting dalam hidup kekistenan adalah persatuan/persekutuan. Kita memiliki tubuh, jiwa keilahian Kristus bersama kita didalam Ekaristi. Buah dari persatuan dengan Yesus dalam ekaristi adalah persatuan dengan sesama manusia, memperhatikan kehidupan bersama, memiliki rasa peduli bagi sesama disekitar kita, kerelaan untuk berkorban: (korban waktu, tenaga, pikiran, ide, sesuai dengan bakat yang dimiliki) artinya dengan merayakan Ekaristi, kita diharapkan untuk hadir sebagai pribadi-pribadi Ekaristis dalam hidup setiap hari. Disanalah akan tercipta keadaan dimana orang mengalami sembuh dan menyembuhkan. Kita akan menjadi pribadi Ekaristis yang sembuh dan menyembuhkan apabila: Pertama, rendah hati. Seperti Yesus melayani dengan semangat kerendahan hati. Semangat ini mengingatkan kita, supaya kita rendah hati dalam pelayanan dan mau memberi diri dalam pelayanan. Kedua, spirit melayani tanpa pandang bulu. Pribadi yang Ekaristis adalah pribadi yang melayani tanpa pandang bulu. Pelayanan dengan spirit tanpa pandang bulu adalah pribadi yang mampu menyembuhkan, menguatkan dan berdamai dengan realitas sekitar. Ketiga, pribadi yang Ekaristis adalah pribadi yang bersatu dengan Kristus dalam dan melalui Ekaristi. Hidup kita akan semakin kuat apabila kita bersatu dengan Kristus dan sebaliknya semakin kita bersatu dengan Kristus mestinya kita semakin bersatu dengan komunitas. Di sini kita hadir sebagai pribadi Ekaristis yang sembuh dan menyembuhkan. Keempat, pribadi yang Ekaristis sembuh dan menyembuhkan adalah pribadi yang mengupayakan hidup kekal. Hal ini hanya bisa mungkin apabila kita bersatu dengan Kristus maka kita akan memperoleh hidup yang kekal.
Injil Yoh 13:1-15
Warisan Yesus yang paling utama bagi manusia adalah: KASIH. Kasih yang menggerakkan Yesus untuk mengasihi para murid-Nya sampai pada kesudahannya. “Yesus bangun dan menanggalkan jubah-Nya.” Yesus rela melepaskan jubah-Nya dan dengan tulus melayani para murid-Nya, membasuh kaki para rasul-Nya dengan penuh kasih. Inilah teladan yang sangat nyata dari Yesus sang Guru dan Tuhan untuk kita para pengikut-Nya. Kaki merupakan bagian yang “kotor” dari tubuh manusia. Yesus rela Melepas Jubah-Nya untuk membasuh yang “kotor”. Yesus melakukan sebuah pekerjaan yang tidak selayaknya dilakukan oleh seorang Guru. Tata gerak pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus menyimbolkan suatu teladan perendahan diri dan melayani. Tindakan Yesus ini merupakan simbol penyerahan diri, pembersihan, pelayanan, kerendahan hati dan pengampunan. Pembasuhan kaki menjadi pintu masuk untuk turut ambil bagian dalam warisan surgawi, “jika Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian di dalam Aku”. Makna pembasuhan kaki yang tersirat dalam teks ini . Pertama, sikap rendah hati. Yesus yang adalah Tuhan mau merendahkan diri serendah-rendahnya dalam gerak pembasuhan kaki. Ia rela tunduk, duduk di tanah, untuk membuat manusia bersih akibat menyentuh dosa. Sikap merendahkan diri inilah makna pertama dari ajaran pembasuhan kaki. Ajaran keteladanan untuk merendahkan diri dalam melayani Tuhan dan sesama. Kedua, spirit melayani tanpa pandang bulu. Dengan membasuh kaki para muridnya, Yesus mengajarkan spirit pelayanan tanpa pandang bulu. Ia menanggalkan jubah-nya (Jubah: Kemahakuasaan Yesus, Identitas Yesus sebagai Anak Allah) untuk melayani para hambaNya. Ia tidak memandang diriNya lebih tinggi, bos, pimpro, atau kepala/ketua, melainkan melayani seperti seorang hamba. Pesan sederhana bagi kita kaum berjubah agar melayani tanpa pandang bulu, melayani tanpa memandang status dan jabatan yang melekat pada diri seseorang. Melayani tanpa memikirkan siapa kita dan apa jabatan kita. Kita melayani seperti hamba yang diajarkan oleh Kristus kepada kita semua. Ketiga, pembersihan dan pengampunan. Manusia yang kotor akibat dosa dibersihkan olehNya. Tindakan pembersihan yang paling radikal adalah pada saat Ia membersihkan manusia yang kotor dengan darahNya. DarahNya menyucikan, menguduskan, membersihkan agar manusia memperoleh hidup yang kekal. Allah menyembuhkan manusia yang sakit kronis akibat dosa. Kitapun dipanggil untuk menyembuhkan mereka yang tak tersembuhkan. Kita yang memiliki iman di dalam diri kita, dipanggil untuk terlibat dan peduli terhadap mereka yang sakit dan tak tersembuhkan.
Ekaristi Yang Menyembuhkan
Kasih Allah itu tidak terbatas hanya sampai pada pembasuhan kaki. Kasih itu juga semakin dimeteraikan dalam ekaristi. Dalam ekaristi Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus, rela dipecah-pecah dan dibagi-bagikan kepada manusia sebagai bekal dalam peziarahan hidup ini. Dalam kontitusi kita, ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kita. Di dalam Ekaristi, kita mengalami kekuatan dan menimba kekuatan dari-Nya. Dengan demikian, Ekaristi tidak sekedar rutinitas tetapi melalui ekaristi yang kita rayakan setiap hari kiranya menghantar kita untuk hadir sebagai pribadi yang ekaristis dalam hidup berkomunitas dan berkarya. Sebagai manusia yang ekaristis, kita mau menebarkan kasih Yesus yang total itu bagi sesama dengan semangat doa dan karya kita setiap hari sekaligus juga kita dituntut untuk mampu dan rela dipecah-pecah dan dibagikan kepada sesama kita yang membutuhkannya ~ Rekoleksi Suster FSE Juli 2023.