Renungan Rabu, 19 Februari 2025
Kej 8:6-13, 20-22 ; Mrk.8:22-26
Salam jumpa dalam Sang Sabda. Sering orang berdoa agar tidak buta dan tidak pura-pura menjadi buta. Penyakit ini berbahaya dan menakutkan.
Penyembuhan terhadap orang yang buta terjadi karena gerakan solidaritas baik dari pihak manusia, orang-orang yang membawa orang buta itu kepada Yesus maupun pihak Allah: Yesus Kristus. Prinsip utama gerakan solidaritas adalah membantu orang buta melihat. Kehadiran Yesus membuka kepekaan baru: Gerakan hati berbuat kasih. Yesus membantu orang buta itu dengan cara khas. Ia memegang tangan orang buta itu dan membawa dia ke luar kampung. Pertanyaan mengapa orang buta itu harus di bawa keluar kampung? Ia mau berkomunikasi secara pribadi dengan orang buta itu. Lebih dari itu, tindakkan Yesus, meludahi mata orang itu, bagi saya akan menyebabkan banyak pertanyaan dan kritik dari orang banyak, teristimewa orang farisi dan ahli-ahli Taurat. Mengapa Yesus harus meludahi orang itu? Yesus akan dinilai tidak sopan, tidak berprikemanusiaan. Bagi orang yang beriman, semua tindakan Yesus, meludahi dan meletakkan tangan-Nya atasnya serta dialog pribadi Yesus dengan orang buta itu, “Sudahkah kaulihat sesuatu?” adalah rahasia keilahian Allah dan proses penciptaan baru yang berangsur-anggur dilakukan oleh Yesus Putera Allah sehingga orang buta itu sungguh-sungguh disembuhkan dan melihat.
Kita belajar dari Yesus dan dalam sikap solidaritas dan gerakan memberi bantuan kepada sesama yang buta: buta membaca, buta mengenal imannya, buta kasih dan buta-butaan agar berangsur-angsur sembuh dari menjadi menusia baik, benar, beriman, bermoral dan memiliki hati yang penuh kasih. Inilah misi bersama kita menghadirkan dan membawa terang di Tengah dunia ~ RP Martin Nule SVD